Journey
Sebuah Perjalanan Menjadi Berarti Bila Didalamnya Terdapat Pengalaman Berharga
Jumat, 09 Januari 2015
cerita sederhana
Semua berawal dari malam
penobatan Duta Wisata Aceh Besar 2014 yang menobatkan aku sebagai juara 1
berpasangan dengan Fuad. Dan itu berarti banyak hal, yang terpenting adalah
saat ini tugas mempromosikan wisata Aceh Besar “secara resmi” berada di pundak kami.
Secara resmi pula kami yang akan mewakili Aceh Besar di Pemilihan Duta Wisata
Aceh 2014. Beberapa bulan berlalu begitu cepat dan mendekatkan aku pada pilihan
sulit, Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau Duta Wisata.
Sebagai mahasiswa yang telah
mencukupi syarat untuk mengikuti KKN, tidak ada alasan lagi bagiku untuk
menunda program wajib yang harus diikuti oleh semua mahasiswa ini. KKN akan
berlangsung selama sebulan, 4 Agustus sampai 2 September 2014, di Kabupaten
Pidie Jaya. Beberapa hari sebelum keberangkatan ke Pidie Jaya, aku mendapat
kabar mengejutkan. Pemilihan duta wisata tingkat provinsi diadakan tanggal 27
sampai 31 Agustus 2014 di Kota Sabang. Iya, ketika KKN masih berlangsung. Aku
kebingungan dan panik menghadapi hal itu. aku langsung bertemu Fuad dan
membicarakan hal ini. Fuad juga sama denganku, dia juga sudah terdaftar sebagai
peserta KKN.
“apa yang harus kita lakukan?”
kami saling bertanya satu sama lain. Kami mulai memikirkan hal-hal gila.
Seperti membatalkan KKN, atau menyerahkan tanggung jawab ini kepada juara 2
duta wisata Aceh Besar. Namun, solusi kedua hanya memberikan jawaban yang sama.
Agam juara 2 juga mengikuti KKN seperti kami. Oh, kenapa kami tidak mencoba
minta keringanan kepada Badan Pelaksana (Bapel) KKN untuk memberikan izin kepada
kami meninggalkan tempat KKN selama satu minggu saja. Tapi, kami tidak punya
cukup keberanian utnuk melakukan hal itu. Karena pihak bapel telah berulang
kali menegaskan meninggalkan lokasi KKN tidak diizinkan dalam bentuk alasan
apapun. Bukan kami tidak ingin mencoba, kami hanya tidak ingin mengambil resiko
seperti beberapa mahasiswa lain yang akhhirnya dikeluarkan dari KKN karena
bentrok dengan jadwal final atau kuliah. Kami butuh waktu untuk berpikir
beberapa solusi lain.
“Fuad, bagaimana kalau kita nekad
saja nanti meninggalkan tempat KKN tanpa memberitahu pihak bapel?” usulku
“Aku setuju-setuju aja,
nantinya kita hanya perlu izin dari Keuchik gampong saja” jawab fuad
Tiba-tiba kegelisahan datang
lagi padaku
“wah, benar juga, kalau
Keuchiknya tidak kooperatif gimana ni kita?” aku teringat beberapa cerita
pengalaman kakak-kakak yang sudah mengikuti KKN, banyak keuchik yang kurang
kooperatif dengan mahasiswa.
“iya juga ya, tapi gak ada
jalan lain na, kita harus tetap ikut KKN dan kita juga harus ikut pemilihan”
tegas fuad
“begini saja, kita minta pihak
dinas buatkan surat pemberitahuan bahwa benar kita akan mengikuti pemilihan
duta wisata tingkat provinsi. Lalu surat itu akan kita perlihatkan kepada
keuchik”.
“wah, benar juga, kita kan ada
dosen pembimbing, kita juga coba beritahu beliau mengenai permasalahan kita
ini, semoga beliau bisa memberikan izin kepada kita.”
“oke, nanti ketika pertemuan
dengan doping, masing-masing kita sampaikan ya”
“oke”
Singkat cerita, aku telah
menyampaikan kepada dopingku mengenai keharusan untuk mengikuti pemilihan ini
sekaligus memperlihatkan surat tugas dari dinas. Dan betapa baiknya dosen
pembimbingku ini, beliau bahkan menyemangati aku untuk mengikuti pemilihan
tersebut. Sudah beres masalahku kini. Lalu aku kabarkan Fuad kalau aku sudah
mendapatkan titik terang dari permasalahan ini. Namun, fuad memiliki kabar
berbeda. Respon dopingnya berbanding terbalik dengan dopingku. Aku teringat
fuad mengulang pernyataan beliau.
“memangnya di kabupaten kamu
cuma kamu saja satu orang pemuda? Kan masih banyak pemuda lain yang bisa ikut
pemilihan itu. apapun alasan kamu, saya tidak memberikan izin. Dan kalau kamu
berani meninggalkan kampung KKN, kamu berdoa saja semoga di periode depan bukan
saya yang menjadi doping kamu.” Aku tidak habis pikir ketika fuad menceritakan
jawaban dosen itu. fuad berkata ia akan mencoba bicara lagi sama dosennya,
mungkin dia akan berubah pikiran.
Tibalah aku bersama teman-teman
sekelompokkudi Pidie Jaya pada senin 4 agustus 2014, kami berkumpul di pendopo
Bupati bersama ribuan mahasiswa lainnya kedatangan ku bersama teman kelompok
diterima dengan baik oleh Keuchik Gampong Rhieng Mancang, gampong yang akan
kami tempati selama sebulan ke depan. hari demi hari berganti, kami penuhi
setiap harinya dengan berbagai program kemasyarakatan. aku berusaha
menyelesaikan programku lebih cepat dari target, karena aku akan meninggalkan
kampung itu di minggu terakhir, aku bahkan berencana untuk tidak kembali lagi
setelah selesai kegiatan pemilihan, aku ingin menghabiskan waktu untuk
refreshing sejenak di Sabang, kebetulan pemilihan duta wisata diadakan disana.
Aku pikir, akan sangat melelahkan jika tanggal 31 aku kembali dari Sabang,
kemudian menuju ke Pidie Jaya tanggal 1, dan besoknya aku kembali pulang ke
Banda Aceh karena program KKN telah berakhir.
Berbicara lelah, bahkan saat
ini aku sudah sangat lelah, aku bekerja keras untuk program KKN sekaligus aku
berjuang keras mempersiapkan diri menghadapi sejumlah rangkaian penilaian saat
pemilihan duta wisata nanti. Jadi, selama KKN inilah kegiatanku, pagi sampai
malam aku menjalani program KKN dan mempersiapkan laporan akhir. Lalu tengah
malam aku memperkaya wawasan terkait sector pariwisata dan ekonomi kreatif
dengan membaca buku, artikel dan lain sebagainya. Aku memperbaiki bahasa
inggrisku, aku berlatih menjawab segala pertanyaan yang mungkin akan muncul
pada saat wawancara nanti. Aku hanya tidur beberapa jam saja sehari. Sampai
tiba aku pada titik dimana tubuhku menyerah, aku jatuh sakit –lupa di hari
keberapa- sampai aku harus diopname di puskesmas Mereudu selama satu hari satu
malam. Aku sangat sedih saat itu karena aku sudah merepotkan teman-temanku
akibat ulahku yang tidak menjaga kesehatanku. Aku hanya mengabari abang, dan
aku meminta dia untuk tidak khawatir dan tidak mengabari kondisiku kepada
keluarga di kampung. Dan hal aku khawatirkan adalah beberapa hari lagi menuju
pemilihan, aku harus sehat, aku tidak boleh sakit jika ingin melakukan yang
terbaik. Mulai hari ini aku juga harus memperhatikan kesehatanku, janjiku pada
diri sendiri. Setelah diikatakan kondisiku membaik, aku diperbolehkan pulang
oleh dokter. Teman-temanku memaksa aku harus istirahat untuk hari ini yang aku
gunakan waktu itu untuk kembali membuka buku catatan dan mencoba memasukkan
semua materi itu ke dalam otakku. Kondisiku berangsur-angsur membaik meski aku
masih terlihat lemas, aku melanjutkan menyelesaikan programku dan membantu
menyelesaikan program teman-temanku, kami memang dituntut untuk saling terlibat
dalam setiap program. Aku teringat fuad, bagaimana dengan keputusan dosen
pembimbing dia, maka aku hubungi fuad.
“dia tidak berubah pikiran na,
kekeh gak mau kasih izin” kata fuad kecewa
“jadi gimana fuad? Ini tinggal
beberapa hari lagi menuju pemilihan”
“aku berpikir untuk nekad tetap
ikut na, aku gak tau lagi harus gimana lain, aku sudah bicara dengan Pak
keuchik, beliau mengizinkan” aku mendengar ada nada ketidakyakinan yang sengaja
dia tutupi.
“baiklah kalau begitu, aku
mendukung apapun keputusan fuad, kita harus melakukan yang terbaik” aku mencoba
meyakinkannya
Keputusan kami sudah bulat.
Kami harus pergi, mewakili kabupaten kami, menjalani tugas kami, menjalani
tanggung jawab kami. Kami hanya berlatih beberapa kali untuk persiapan
pertunjukan seni dan presentasi. Sejujurnya persiapan kami jauh dari kata
“sudah siap”. Sulit sekali bagi kami untuk bertemu selama KKN, sehingga hanya
sedikit waktu untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan penilaian per
pasangan. Kami akhirnya menuju ke Banda Aceh pada tanggal 25, karena kami butuh
sehari untuk memepersiapkan segala kebutuhan yang sama sekali belum kami
persiapkan. Diantaranya baju batik seragam, seragam hitam putih, pakaian adat
aceh plus make up, pakaian sehari-hari, sepatu dan lain sebagainya. Tiba di
Banda Aceh, selama satu hari kami mempersiapkan semuanya, bahkan kami
menyempatkan untuk melatih tarian kami dibantu oleh teman-teman perkumpulan
duta wisata Aceh Besar. Tanggal 26 malam, kami masih keliling kota Banda Aceh
mencari sepatu, sedangkan besok pagi-pagi sekali kami sudah harus berada di
pelabuhan jika tidak ingin telat sampai di Sabang dan akan didiskualifikasi
Aku terus berusaha tenang dan
percaya bahwa semua akan baik-baik saja. Tiba di rumah malam itu aku
mempersiapkan baju-baju dan aku isi ke koperku. Sudah berdiri satu koper, satu
tas ransel, 2 kantong plastik besar plus satu tas jinjing. Aku menghela nafas
melihat semua itu, entah lega karena semua barang sudah siap atau karena aku
heran darimana barang sebanyak ini. Aku baru ingat kalau 2 pasang pakaian adat
Aceh beserta acsesorisnya ada disana. Aku lihat jam menunjukkan pukul 2 lalu
aku tidur dan aku bangun pukul 5 pagi hari. Setelah shalat aku mandi, mengecek
kembali semua barang. Jam 6 kurang 10 terdengar klakson mobil Fuad di depan
rumahku, dia sudah datang menjemput. Aku berpamitan kepada abang dan adikku,
aku cium tangan dan memohon doa terbaik. Kami berangkat menuju pelabuhan,
setelah menjemput Fitri, temanku yang akan merias wajahku ketika di Sabang
nanti. Kami beli tiket untuk 3 orang dan satu mobil. Ketika di pelabuhan kami
bertemu beberapa duta wisata dari berbagai daerah yang memiliki tujuan yang
sama dengan kami. Mereka adalah putra-putri terbaik daerah mereka, begitu juga
aku dan Fuad. Bukankah aku harus optimis? Walau sebenarnya sangat sulit untuk
optimis dengan kondisi persiapan kami yang dibawah rata-rata. Tapi aku yakin
pada diriku, aku yakin pada Fuad, kami pasti bias melakukan yang terbaik,
setidaknya kami akan berusaha.
Tiba di Sabang, kami menuju
hotel yang tertera pada lembaran rundown acara yang diberikan ketika kami di
Banda Aceh oleh penganggung jawab kami dari dinas. Hotel yang tidak tidak aku
ketahui dimana, begitu juga dengan Fuad dan Fitri. Bagiku ini adalah kali kedua
aku menginjakkan kaki di Sabang, yang pertama kalinya adalah ketika aku berumur
7 tahun, bayangkan saja apa yang masih aku ingat setelah selama itu. Kami
kemudian bertanya kepada beberapa orang di jalan, sungguh masyarakat sabang ini
ramah-ramah dan bersedia membantu kami menemukan hotel tersebut. Adalah seorang
ibu-ibu yang saat itu sedang berjalan sendirian kemudia ia menawarkan untuk
mengantar kami ke hotel tersebut, ia pun naik ke mobil dan menujukkan arah yang
kami pikir akan membawa kami ke tempat tujuan.
“belok kiri di depan yaa dek,
lalu belok kanan, lurus sedikit lagi” begitulah dia memberikan aba-aba
Setelah beberapa belokan,
tibalah kami ditempat yang ia maksud.
“ini dek hotelnya” tunjuknya ke
sebuah toko da ketika kami melihat nama hotel toko itu bukanlah nama hotel yang
kami cari.
“Ibu, kami bukan mencari hotel
ini, mungkin kita salah buk, sebaiknya kita kembali ke tenpat tadi saja ya”
ujarku sopan
“oh begitu, saya kira disini
hotelnya, baiklah, kita kembali ke tempat tadi saja, nanti saya turun di
persimpangan ya dek” Ibu ini memiliki niat baik untuk membantu kami, mungkin memang
sudah ditakdirkan kami akan telat sampai di hotel.
Setelah berputar-putar akhirnya
kami menemukan hotel yang kami cari. Ketika masuk ke parkiran, betapa
terkejutnya aku melihat para peserta inong (sebutan untuk wanita dalam bahasa
Aceh) dari kab/kota lain berpenampilan sangat rapi dan cantik, mereka
mengenakan long dress, kakinya
dihiasi high hells dan wajahnya
bermake-up. Lalu aku melihat diriku, hanya mengenakan pakaian gamis biasa
berwarna dengan motif bunga-bunga campuran warna merah, pink dan putih. Aku
mengenakan sepatu flat yang sudah lusuh karena setiap hari aku gunakan. Dan
lebih parahnya lagi, wajahku kusam setelah tersengat cahaya matahari sepanjang
perjalanan di dalam kapal tadi, dan semua peralatan make-upku ada di koper.
Intinya, mustahil bagiku untuk bahkan sedikit saja mencerahkan wajahku ini.
Langkah pertama yang sangat “mengesankan” bukan? Setelah melalui beberapa
proses registrasi, aku menuju kamar yang telah ditentukan. Aku sekamar dengan
perwakilan kabupaten Aceh Selatan dan Nagan Raya. Kami berkenalan sebentar
sebelum sibuk mempersiapkan diri mengikuti kegiatan pertama, kami sudah diberi
rundown acara detail dan itu menjadi panduan bagi kami tanpa harus
dipanggil-panggil lagi setiap pergantian agenda.
Semua kegiatan berlangsung begitu
padat hingga tengah malam. Hari pertama diisi dengan beauty class, perkenalan, dan latihan koreografi. Hari kedua adalah
waktunya wawancara, penilaian yang sangat penting. Juri-juri adalah mereka yang
berkompeten di bidangnya. Ada 5 kategori penjurian, yaitu kepariwisataan,
bahasa inggris, agama, kebudayaan dan kepribadian. Kami para peserta
dikumpulkan di sebuah ruang, dan menunggu nama kami dipanggil untuk menuju
ruang wawancara. Waktu terus berjalan, fuad sudah dipanggil, banyak yang sudah
dipanggil dan mereka menuju ke kamar masing-masing untuk berisitirahat jika
sudah selesai melewati tes wawancara. Aku masih disini, setelah makan siang,
setelah break asar, dan jam sudah menunjukkan pukul 18.30 tapi aku masih duduk
manis di kursi ini sejak pagi. Aku dan beberapa peserta masih menunggu di
ruangan ini higga salah satu kakak senior yang juga panitia mengumumkan bahwa
wawancara akan dilanjutkan besok, dan kami diperbolehkan kembali ke kamar.
Malam itu setelah makan malam kami kembali berlatih koreografi, tapi berbeda
dengan malam sebelumnya. Jika malam sebeleumnya kami melakukan latihan di dalam
ruangan yang disediakan hotel, mala mini kami berlatih di tempat diadakan malam
puncak nanti, yaitu di sabang fair. Kami berlatih hingga larut malam, aku
melihat wajah-wajah bebas pada teman-temanku yang sudah menyelesaikan sesi
wawancara. Aku tidak memiliki wajah itu, pikiranku kacau, besok aku menghadapi
tes wawancara. Kami kembali ke hotel dan aku butuh tidur.
“Inong Aceh Besar” aku tidak
begitu terkejut lagi mendengar namaku dipanggil, karena aku peserta kedua
terakhir yang dipanggil. Aku mantapkan langkah menuju ruang wawancara. Di dalam
ruang itu aku melihat beberap peserta masih berhadapan dengan juri per bidang,
ternyata setiba di dalam, aku juga harus menunggu lagi giliranku. Ah, terakhir
lagi pikirku. Namun tidak aku jadikan sebagai masalah, karena seseorang sering
mengatakan padaku “yang akan selalu diingat adalah yang pertama dan yang
terakhir”. Semoga aku bisa memberikan jawaban yang mengesankan para juri.
Bismillah. Satu per satu bidang aku lewati, sampai pada pos wawancara
terakhirku dan aku merupakan peserta yang terakhir diwawancara olehnya hari
itu, yaitu pos kepribadian. Aku lega, seakan beban 100 ton di pundakku kini
sudah tinggal 20 ton saja. Mengapa masih ada yang tertinggal? Karena penjurian
belumlah usai. Akan ada penilaian penampilan bakat dan presentasi, dan aku
tidak terlalu percaya diri pada penjurian ini. Seperti yang aku katakan sejak
awal, persiapan aku dan Fuad sebagai pasangan terbilang minim dan penjurian
inilah yang menguji kekompakan kami. Namun, aku harus tetap optimis dan aku
berusaha terus menyuntikkan rasa optimisku kepda Fuad juga. Hingga akhirnya
kami bisa menyelesaikan tahap penjurian ini, meski tidak begitu sempurna.
Sudahlah, yang penting sudah berusaha. Hasilnya ada di tangan juri, dan Allah
yang berkehendak atas segalanya.
Penjurian selesai, bebanku
berkurang lagi, sama dengan kekebalan tubuhku yang juga berkurang. Setidaknya,
hari ini kami mendapat kesempatan untuk keliling Kota Sabang sebelum malam
puncak yang diadakan malam nanti. Hari ini aku melihat wajah ceria pada semua
peserta, mereka pasti merasakan hal yang sama denganku, dugaanku. Dan hari ini
kami benar-benar seperti baru saja melepakan ikatan besi di tubuh kami. Kami
berangkat keliling kota sabang menggunakan bus, dan inilah kelemahanku, mabuk
darat. Aku anti segala jenis mobil, dan saat ini kondisi kesehatanku juga
sedang tidak baik. Tapi aku berusaha menguatkan diri, tak sekuat yang aku
inginkan, aku muntah-muntah dan lemas sekali sampai harus dibawa pulang
menggunakan mobil kantor dan tidak diperbolehkan ikut city tour. Aku pulang ke hotel dan istirahat, teman-temanku mulai
panik karena nanti malam adalah acara puncak, aku tidak seharusnya drop
sekarang. Tidak bisakah tubuh ini berontaknya besok saja? Aku mengerti dia
sudah kelelahan akhir-akhir ini. Mau tidak mau, kuat tidak kuat, aku harus
tampil mala mini. Mendapat kabar dari abang bahwa ia akan datang ke Sabang
untuk menyaksikan malam penobatan nanti, itu sudah cukup bagiku menjadi alasan
untuk melakukan yang terbaik. Seteah makan siang aku memutuskan ikut gladi lagi
meskipun awalnya tidak diperbolehkan. Setelah gladi sekitar pukul 4 sore baru
kemudian aku bersiap untuk ”show”
nanti malam. Kak Fit mulai merias wajahku sambil aku berbaring, dia bilang
supaya aku bisa sedikit istirahat. Sekitar 3 jam butuh waktu sampai aku
terlihat seperti pengatin wanita yang akan segera bersanding dengan
pangerannya. Sayangnya, ini bukan. Aku berpenampilan seperti ini untuk Malam
Penobatan Duta Wisata Aceh 2014, sesaat lagi. Aku melihat fuad juga sudah siap
dengan pakaian adatnya. Bismillah. Kami berangkat menuju lokasi acara. Aku
bertemu abang disana, dia bahkan sudah berkali-kali tersesat karena ini pertama
kalinya ia ke Sabang, dan dia datang sendiri. Aku tidak ingin mengecewakan dia.
Malam ini kami, seluruh peserta
yang mengenakan pakaian adat Aceh, akan menampilkan koreografi yang selama
beberapa hari ini kami pelajari. Kami akan keluar dari balik tembok ini menuju
ke pentas utama berhadapan dengan ratusan penonton, mungkin ribuan, aku tidak
tahu persis. Tepat di depan panggung sudah duduk para juri, lima orang
professional di bidangnya masing-masing. Dan ditangan mereka sudah ada
nama-nama calon pemegang trophynya. Setelah memukau para penonton dengan tarian
kami ketika pembukaan tadi. Sekarang tiba waktunya untuk mendengar pengumuman
peserta yang lolos 9 besar. Mc pun memanggil peserta sesuai daerah asalnya, dan
Aceh Besar berada di urtan ketiga. Ketika nama kabupaten ku dipanggil, aku dan
fuad dengan mantap berjalan ke arah pentas, disambut tepuk tangan penonton,
setelah memberi salam, kami menuju tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.
Semua perwakilan kab/kota telah dipanggil, panggung sudah dipenuhi oleh agam
inong yang berjumlah 45 orang berpakaian adat aceh yang beragam. Aku menanti 9
nama yang akan dipanggil oleh mc, aku tidak berpikir namaku akan berada disana,
tapi aku tidak berhenti berharap. Mc telah memanggil 6 daerah, sisa 3 daerah
lagi. Diantara 16 daerah lagi, akankah ada peluang bagiku? Aku nyaris tidak
percaya ketika mc berkata
“inong kabupaten Aceh Besar”
teriaknya dengan girang, mungkin karena mc nya berasal dari Aceh Besar.
Fuad sempat mengejutkanku
sampai aku tersadar dan berjalan dari posisiku menuju barisan depan bergabug
dengan 6 inong dan 6 agam disana. Alhamdulillah. Sudah berdiri lurus di atas
panggung bagian depan 9 inong dan 9 agam. Kemudian kami diperintahkan untuk
menunggu karena juri akan menentukan siapa yang berhak menerima setiap kategori
penghargaan yang telah ditentukan. Mc memberitahuan bahwa pada malam ini akan ada
9 kategori penghargaan (agam dan inong), yaitu:
1.
Duta wisata Aceh 2014
2.
Wakil I duta wisata Aceh 2014
3.
Wakil II duta wisata Aceh 2014
4.
Wakil III duta wisata Aceh 2014
5.
Wakil IV duta wisata Aceh 2014
6.
Wakil V duta wisata Aceh 2014
7.
Kategori terfavorite
8.
Presentasi terbaik
9.
Penampilan terbaik
Aku akan ada di kategori apa, aku bertanya-tanya.
Sementara kami menunggu juri sudah menyelesaikan diskusi mereka, mereka sudah
menentukan hasilnya. Hasil itu kini ada di tangan mc, dan dibacakan kategori
favorite, presentasi terbaik dan penampilan terbaik. Dan namaku tidak
dipanggil, itu artinya aku berada di 6 besar. Hingga pembacaan pengumuman
dilanjutkan sampai pada wakil IV, itu juga bukan namaku. Sekarang hanya tinggal
berempat, dan aku sangat yakin sekarang namaku yang akan dipanggil. Namun, ini
benar-benar di luar dugaanku. Bukan aku, bukan namaku. Aku tidak bisa percayai
ini, aku masuk 3 besar, dan itu menjadi salah satu kebahagiaan juga kekhawatiran.
Khawatir karena aku harus menghadapi pertanyaan langsung dari juri, aku tidak
mempersiapkan ini, sungguh. Sekarang tugasku hanyalah berdoa, mengharap yang
terbaik pada-Nya. Tibalah aku pada kekhawatiran, giliranku untuk memilih salah
satu nama juri yang tergukung kertas, aku ambil satu kertas, mc membukanya dan
menyebutkan nama yang tertera di dalamnya. Juri kepribadian, dialah yang telah
aku pilih. Pertanyaannya:
“bagaimana kepribadian orang sukses menurut anda?”
singkat, padat, sangat menunjukkan sisi psikologi. Aku memberi pandanganku
dengan singkat pula, namun aku tidak menjamin apakah jelas atau tidak. Aku
tidak merasa gugup lagi saat itu, hanya saja aku tidak menyangka perjalananku
akan seindah ini. Aku tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata kebahagian yang
aku rasa pada malam itu, ketika aku berada di posisi 2 besar menanti
detik-detik penobatan Duta Wisata Aceh 2014 antara aku dan seorang gadis cantik
yang berdiri tepat disebelahku, Devi yang mewakili Kota Sabang. Pemenangnya
akan dipasangkan selempang oleh Agam Inong Duta Wisata 2013. Dan saat ini
mereka sedang berputar mengitari kami, sesekali selempang itu diletakkan di
belakangku memancing histeria penonton, sesekali selempang itu diangkat di
belakang Devi yang mengundang lebih keras teriakan penonton. Berkali-kali
seperti itu hingga selempang itu pun akhirnya dipasangkan di bahu Devi, iya,
Devi dinobatkan sebagai Duta Wisata Aceh 2014, berpasangan dengan Ainul Fadlan
yang berasal dari Aceh Utara. Aku berada di posisi Wakil I Duta Wisata Aceh
2014 berpasangan dengan Fajri Sabri perwakilan Kota Sabang. Ini adalah prestasi
membanggakan bagi diriku, semua perjuangan selama ini terbayar sudah dengan
senyum bahagia orang-orang yang aku cintai ketika mendengar kabar ini dari
abangku. Malam yang indah, untuk hari-hari ke depan yang lebih indah. Aku
dedikasikan penghargaan ini kepada almarhum kedua orang tuaku, kepada
keluargaku, daerah lahirku, Aceh Besar, dan kepada semua teman-teman Duta
Wisata Aceh Besar. Fuad yang telah menjadi partner terbaik, penghargaan ini
adalah milik kita. Untuk semua yang telah membantu dan mengirimkan doa serta
cinta. Terimakasih Allah.
Esoknya kami semua berpisah, kembali ke daerah
masing-masing, kembali menjalani aktifitas. Dan aku kembali kepada KKN, bersama
Fuad. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke Pidie Jaya, karena aku tidak
ingin menyia-nyiakan waktu yang aku miliki. Setelah lebih dari 3 minggu aku
tinggal disana, sudah seharusnya aku berterimakasih kepada masyarakat Gampong
Rhieng Mancang. Teman-teman kelompokku mengharapkan aku hadir di acara
perpisahan malam terakhir kami disana. Aku tiba disana sesaat sebelum acara
perpisahan dimulai, tanggal 1 September malam. Perpisahan yang haru, kami
seakan tidak ingin berpisah. Namun, kewajiban lain sudah menanti kami di
Universitas, kami harus pulang. Tangisan ini menjadi saksi betapa banyak
kenangan yang kami miliki disini. Esok semua akan berganti, namun tidak ada
yang bisa merubah persaudaraan ini.
Keesokan harinya
Kami sudah menyiapkan semua barang kami, aku pribadi tidak
memiliki banyak barang karena sudah aku bawa pulang sebagian ketika pulang kala
itu. Mobil yang menjemput kami sudah berdiri di depan rumah Pak Keuchik, rumah
kami selama sebulan ini. Kami saling berpelukan dengan Ibu, nenek. Bersalaman
dengan bapak, kakek, dan adik-adik. Hari ini aku sungguh pulang, membawa sejuta
kenangan manis dan pahit. Membawa seorang gadis yang baru saja menyelesaikan
kedua pilihan sulit yang dikiranya, dan ternyata ia bisa melewati tanpa harus
mengorbankan salah satunya. Namun dengan pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran
yang sudah seharusnya dikorbankan demi melakukan hal yang memberimu kebaikan. Terimakasih
Pidie Jaya, terimakasih Sabang, untuk memperlihatkan aku betapa berharganya
waktu bila dibiarkan bergulir begitu saja.
Kamis, 08 Januari 2015
cerpen
“Setengah
Sayap Kupu-Kupu”
Besok
adalah hari penting bagi karirku, fashion
show yang telah lama aku impikan sudah di depan mata. Besok model-model
dengan postur tubuh kurus tinggi itu akan ber-catwalk di depan para tamu penting dan pencinta fashion memakai
pakaian hasil karyaku. Aku sangat sibuk mempersiapkan segala hal selama
beberapa bulan terakhir. Aku tidak memiliki pikiran lain selain pertunjukan
pertamaku yang harus berjalan sukses. Aku bahkan hampir lupa bagaimana rasanya
istirahat dengan tenang, makan tanpa terburu-buru, hangout bersama
teman-temanku. Aku bahkan tidak memikirkan Rangga, sebelum aku menemukan lagi
setengah sayap kupu-kupu itu.
Setelah
shalat zuhur aku memilih untuk merapikan meja kerjaku yang penuh dengan
hamburan kertas desain ketika tiba-tiba satu kertas kecil jatuh dari balik
tumpukan kertas yang aku pegang. Aku menunduk mengambil kertas kecil itu di
lantai, tanganku tertahan ketika melihat kertas lusuh terlipat berbentuk sayap
kupu-kupu tidak sempurna dengan titik-titik polka dot warna-warni di permukaan yang
hampir tidak kelihatan lagi warna aslinya. Aku ambil setengah sayap kupu-kupu
yang tergeletak di lantai, aku tiup dan pukulkan ke tangan untuk membersihkan
abu yang mungkin menempel padanya. Aku kuatkan hatiku untuk tidak membuka
lipatan sayap itu, tidak, aku tidak akan membuat suasana hatiku kacau saat ini.
Aku harus fokus pada fashion show besok.
Aku terus berbicara pada diriku sendiri, sehingga aku cukup kuat untuk memasukkan
kertas itu ke dalam laci tanpa membukanya. Menemukannya saja sudah merubah
suasana hatiku, dan yang lebih menyebalkan meski kertas setengah sayap
kupu-kupu itu aku tanam di bawah lapisan bumi ketujuhpun, aku sudah hafal
persis apa yang yang tertera di dalamnya. Sekarang aku harus bagaimana,
haruskah aku kembali mengingat untuk ke-seribu lebih- kalinya hari dimana
kertas setengah sayap kupu-kupu itu berada di tanganku dan semua kenangan yang
berkaitan dengan setengah sayap kupu-kupu itu. Haruskah aku?
“Kak
Jingga, kak Jingga, kak Jinggaaa”
‘Iya,
kenapa?” aku terhentak dari lamunanku, dan menoleh kea rah suara itu, ternyata
Citra, asistenku.
“Kakak
kenapa? Apa ada yang salah? Kenapa termenung begitu sampai tidak sadar citra
panggil” citra terlihat khawatir terhadap kondisiku
“Enggak
apa-apa cit, kakak hanya butuh istirahat sebentar, emm, kakak minta tolong kamu
yang handle dulu apa yang belum selesai yaa, kakak gak lama kok”
“Baik
kak, kak Jingga istirahat saja yaa, besok kakak harus fit, oke?” citra berusaha
membuatku semangat dengan nada cerianya, ia membentuk O dengan menggabungkan
ibu jari dan jari telunjuknya ketika bilang oke sambil nyengir padaku. Aku hanya
balas senyum pada citra. Lalu ia keluar dari ruanganku, pasti banyak hal yang
harus ia selesaikan sendiri tanpa aku.
Aku masih menyesali
peristiwa jatuhnya kertas setengah sayap kupu-kupu itu, karena setiap aku
melihatnya, kenangan 5 tahun yang lalu kembali memenuhi rongga otakku. Kenangan
ketika Rangga memutuskan hal yang tidak pernah aku duga. Dia pergi tanpa berkata
apapun padaku, setelah 2 tahun bersama bagaimana dia bisa pergi begitu saja. Satu-satunya
yang dia tinggalkan hanya secarik kertas yang ia selipkan di bawah pintu kamar
kosku. Aku ambil kertas itu, kertas yang digunting berbentuk sayap kupu-kupu,
namun hanya satu bagian sayap saja, permukaannya diisi titik-titik warna warni,
kertas yang indah. Ini pasti ulah romantis Rangga lagi, pikirku. Dengan semangat
aku buka lipatan kertas itu, dan tertulis di dalamnya, tulisan tangan Rangga:
“Jingga, kamu adalah warna
terindah dalam hidupku, kamu adalah harapan yang selalu aku tunggu. Jingga,
hanya kebahagiaan yang ingin aku lukis untukmu. Namun, aku belum mampu
melukisnya untukmu. Jingga, aku akan berusaha untuk memberi kebahagiaan
untukmu. Dengan memberikan kamu kebebasan mengepakkan sayapmu, dan aku akan
kuatkan sayapku untuk bisa kembali padamu. Saat kita kembali bersama, kita
satukan sayap kupu-kupu kita menjadi sepasang sayap yang sempurna. Tetaplah menjadi
warna yang indah, Jingga. 03 November 2010 Rangga”
Semangat ketika aku
membuka kertas itu berubah menjadi air mata, kebahagiaan yang aku tunggu sudah
sirna. Perasaan marah, sedih, kecewa, bingung berkecamuk di dada. Kertas itu
aku lempar ntah kemana, aku hanya menangis dan menangis sampai aku terlelap. Aku
terbangun dalam isak, bahkan kalau aku memilih untuk tidak pernah bangun, dalam
tidurpun aku menangis. Hari ini seharusnya adalah hari bahagia untukku dan aku
ingin berbagi kebahagiaan itu bersama Rangga, aku ingin beritahu kabar bahagia
padanya. Aku baru saja mendapat surat pemberitahuan bahwa aku diterima di Universitas
Pelangi jurusan fashion desaigner. Bidang
yang sangat aku impikan, dan Rangga tau itu. Dan sekarang aku kembali mendapat
surat pemberitahuan dengan isi yang berbeda. Bagaimana bisa ia membalikkan
kebahagiaanku menjadi kepedihan.
Selama 5 tahun ini aku
mencoba memahami makna dari pesan yang ia sampaikan dalam potongan sayap itu,
dan selama itu aku menutup hatiku untuk cinta. Namun, aku tidak yakin apakah
hatiku sudah tertutup untuk Rangga. Aku tak ingin mengakui bahwa semua hal yang
aku perjuangkan saat ini adalah untuk menguatkan sayapku. Aku menunggu setengah
sayapku yang pergi. Aku menunggu janji yang harusnya ia tepati.
Aku terbangun dari masa
laluku, aku lihat jam menunjukkan pukul 5 sore. Ah, aku belum shalat Asar. Sudah
saatnya aku kembali berserah diri pada Nya, memohon yang terbaik untuk
pertunjukan besok. Memohon yang terbaik untukku, untuk Rangga, untuk kami. Setelah
shalat asar aku menjadi lebih tenang, dan aku teringat Citra, aku bergegas
keluar menemuinya. Dan melihatnya sedang mengatur beberapa interior ruangan
yang sedikit lagi hampir selesai. Aku mendekatinya.
“Citra, maaf ya kakak
sedikit lama, bagaimana perkembangannya?”
“Kak Jingga, sudah baikan
kak? Alhamdulillah sudah hampir selesai semua kak, hanya saja undangan ada
beberapa yang dikembalikan karena salah alamat kak” jawabnya sambil menunjukkan
undangan yang ada di tangannya. Aku mengambil salah satunya untuk melihat itu
undangan yang ditujukan kepada siapa, dan yang aku temukan justru bukan yang
aku cari.
Butterfly’s Fashion Show
Invitation
At Diamond Hotel Ballroom
On 4 pm, 03 November 2015
Apakah segala hal yang
terjadi di sekelilingku harus berkaitan dengan Rangga? aku bahkan tidak bisa
mempercayai kebetulan seperti ini. Aku tidak ingin ambil pusing mengenai
tanggal itu. Aku mencoba menghilangkan pikiranku tentang Rangga dengan mengecek
pakaian yang telah dikenakan oleh model.
“sebentar lagi kita mulai
gladi, semua sudah siap?” teriak salah satu tim dari EO yang menangani acara
ini.
***
Acara fashion show berjalan lancar, baju-baju
hasil karyaku mendapat apresiasi dari para desaigner senior yang karirnya sudah
mendunia, juga para tamu sangat antusias terhadap ide yang aku angkat dalam
menghasilkan karyaku kali ini yaitu “ketegaran sayap kupu-kupu”, semua baju
yang aku tampilkan hari ini memiliki sentuhan yang berbentuk sayap kupu-kupu. Aku
mendapat beberapa bucket bunga dari teman-temanku yang hadir, mereka bergiliran
mengucapkan selamat kepadaku. Meski ada satu hal yang aku tunggu, aku sudah
lelah membohongi diri sendiri, aku sangat ingin pertunjukanku hari ini disaksikan
oleh seseorang yang menjadi inspirasiku, Rangga. Aku tidak sanggup menunggu
lebih lama lagi. Dan tiba-tiba terdengar suara seorang pria
“keindahan warna Jingga
hanya akan terus bertambah setiap harinya”
Aku terdiam sejenak
hingga aku perlahan membalikkan badan dan melihat sosok pria yang berdiri di
hadapanku. Aku kenali wajahnya, rambutnya, matanya, hidungnya. Aku berteriak
kegirangan dan menghampirinya.
“abang, kapan abang datang?
Kenapa tidak telpon Jingga dulu?” dia abangku, sudah setahun ia ke luar negeri
untuk menyelesaikan studinya.
“ini surprise, untuk
adikku yang cantik abang bawakan bunga ucapan selamat atas kesuksesannya hari
ini” ia menyerahkan bucket bunga yang sangat indah untukku.
“terimakasih abang,
terus, oleh-oleh Sidney nya mana? Masak cuma bunga sih” candaku
“kamu kamu abang bawakan
oleh-oleh teman abang darisana untuk meminangmu?” ah, mulai deh cerewetnya.
Aku dan abang bercerita
banyak hal hari itu, kadang dia mengejekku karena belum punya pasangan, kadang
aku kembali melemparkan kalimat yang sama padanya. Hari ini, dia menjadi
alasanku untuk bahagia. Dan Rangga, butuh waktu berapa lama lagi untukmu
menguatkan sayap agar bisa kembali muncul di hadapanku?
Langganan:
Postingan (Atom)